KENDARI,LENSASATU.COM|| 3 Juli 2022 media di ramaikan dengan berita yang sangat menohok bahwa ketua DPRD Provinsi Sultra dan Gubernur Sultra melemparkan dan membagi bagikan uang di tengah kerumunan massa dalam acara ramah tamah ulang tahun buton utara yang le 15 yang jatuh pada 2 juli 2022.
Sebagai pejabat publik tentunya segala ruang gerak dan perilaku politik nya wajar mendapatkan sorotan baik dari masyarakat maupun dari kelompok mahasiswa itu sendiri. Apa lagi yang notabenenya sebagai wakil rakyat dan mendapatkan posisi strategis dalam struktur pemerintahan tentunya tidak boleh anti kritik dalam ruang Demokrasi. sebagai mitra kritis dan pembangunan daerah pemuda paling berperan penting dalam kontrol sosial , ekonomi, politik untuk menciptakan stabilitas dan iklim demokrasi yang baik untuk mencapai harapan dan tujuan masyarakat mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang merata dan pembangunan yang memadai.
Dari liputan media yang di lakukan oleh tribunnews tampak ketua DPRD Provinsi Sultra dan Gubernur Sultra melakukan aksinya di atas panggung dengan melemparkan uang di dalam kerumunan massa sambil bernyanyi. Aksi yang di lakukan oleh pejabat public tersebut mendapatkan berbagai sorotan dan kecaman sala satunya hadir dari Demisioner Ketua DPK GmnI FISIP-UHO 2020-2021.
Rasmin Jaya mengatakan aksi yang di lakukan oleh pejabat public tersebut di nilai amoral dan bisa berimplikasi terhadap krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya di atas berbagai permasalahan yang sedang di hadapi saat ini. “jujur ini sangat melukai hati rakyat di tengah keterpurukan ekonomi yang selesai di landa badai covid 19, pembangunan infrastrutur yang tidak berbasis kebutuhan rakyat masih menjadi polemik yang belum tertuntaskan, konflik agraria dan dinamika tambang yang sampai hari ini belum menemukan titik terang. belum ada respon yang serius dan prioritas dari pemerintah untuk menangani masalah tersebut justru mereka menunjukan gaya yang tidak mencerminkan suri tauladan sebagai pemimpin.
Lebih lanjut, Rasmin Jaya menilai gaya dan pertunjukan yang di lakukan oleh Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi ini pasti tanpa sebab mengingat momentum pemilu 2024 secara serentak akan segera di laksanakan sehingga ada upaya memanfaatkan ulang tahun tersebut sebagai ajang dan panggung untuk meningkatkan citra politik dan popularitas untuk menghadapi pemilu mendatang.
“Harusnya dalam acara ramah tamah ulang tahun buton utara yang ke 15 tahun tidak hanya di jadikan momentum euforia bagi para elit politik yang di lakukan oleh pejabat public dengan mengundang beberapa penyanyi papan atas tetapi harus di jadikan refleksi dan evaluasi seberapa besar pemerintah bekerja untuk rakyat, apa lagi harus mengorbankan anggaran yang lumayan besar. apa lagi sebagai ketua DPRD Provinsi Sultra mestinya menunjukan iktikad baiknya sebagai wakil rakyat.
“Ketika daerah provinsi sulawesi tenggara ini sedang prihatin mempertanyakan masalah kebutuhan masyarakat yang harus terpenuhi, ekonomi yang mulai merosot ternyata para wakuil rakyat sibuk berebut dan memupuk pencitraan untuk kepentingan pribadi. hal tersebut menjadi tontonan di kala kebuntuan dan kedangkalan demokrasi sedang berada dalam fase-fase krisis. bagaimana kita bisa memaklumi kaum birokrat yang seharusnya bekerja melayani rakyat tetapi justru memperagakan gaya-gaya yang tidak etis dan amoral.
Lebih lanjut bagaimana kita memaklumi pemimpin kita yang seyogyannya harus mampu berempati dengan suka duka kehidupan masyarakat sultra dan menjadi suri tauladan dari orang-orang yang di pimpinnya tetapi justru mempertotonkan kekayaan di atas kesenjangan masyarakat. tragedi yang di pertotonkan gubernur sulawesi tenggara akan berimplikasi pada kekecewaan masyarakat terhadap para pemimpin yang melakukan pengingkaran terhadap amanat rakyat sehingga akan berdampak pada krisisnya kepercayaan.
Rasmin Jaya yang juga mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu politik ini membeberkan seharusnya elite politik dan pemeritah itu sendiri menyadari bahwa publik tidak buta dan tuli dalam melihat perilaku pemimpin tetapi masyarakat akan selalu sadar dan kritis dalam memilih dan menentukan pemimpin politik yang akan datang secara cerdas. Bukan memilih pemimpina yang bertopeng kebohongan dan kemunafikan hanya untuk melanggengkan kekuasaanya. Apa lagi keberadaan elit politik tidak begitu terasa di tengah-tengah masyarakat, selain hanya meramaikan pemilu 5 tahun sekali dan kampanye hanya sebagai kata manis untuk memuluskan kepentingan pribadi sehingga kehadiran mereka tak begitu berdampak pada masyarakat luas.
“Apa yang terjadi di atas adalah sebuah upaya disorientasi , degradasi moralitas dan krisis kepercayaan terhadap para elit politik yang tak memahami betul hakikat politik dan keterwakilan mereka di parlemen pasalnya setelah di berikan tanggung jawab dan amanah oleh rakyat tak bisa di manfaatkan dengan sebaik-baiknya, bahkan tidak jarang terjadi dinamika hanya berebut panggung dan popularitas semata. Tuturnya
Laporan:Tim
Editor:Agus