BoneDaerah

Kebijakan Anggaran Bone Dinilai Tak Masuk Akal, Defisit 2026 Jadi Ancaman Serius

222
×

Kebijakan Anggaran Bone Dinilai Tak Masuk Akal, Defisit 2026 Jadi Ancaman Serius

Sebarkan artikel ini
Penandatanganan persetujuan bersama terkait Kebijakan Umum Perubahan Anggaran (KUPA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD 2025

Bone, LensaSatu.com || Rapat paripurna DPRD Bone pada Kamis (18/9/2025) yang semestinya menjadi forum persetujuan bersama terkait Kebijakan Umum Perubahan Anggaran (KUPA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD 2025 justru meninggalkan catatan kelam.

Ketua DPRD Bone, Andi Tenri Walinonong, memilih walk out setelah melayangkan kritik keras terhadap arah kebijakan fiskal pemerintah daerah.

Langkah walk out tersebut bukan sekadar simbol kekecewaan, melainkan peringatan dini bahwa kondisi keuangan Bone bisa mengarah ke krisis defisit di tahun 2026.

Saat dikonfirmasi, Sabtu (20/09/2025). Andi Tenri menyoroti kebijakan Pemda yang dianggap terlalu ambisius. Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun berjalan baru Rp120 miliar dan belum sepenuhnya terealisasi. Namun, dalam APBD Perubahan, pemerintah justru menambah target Rp104 miliar dalam sisa waktu empat bulan hingga Desember.

“Masuk akal nda? Mustahil. Ini sudah bulan sembilan. Lima tahun terakhir saja tidak pernah ada capaian seperti itu,” tegasnya.

Data RPJMD memperkuat peringatan tersebut. Rekam jejak realisasi PAD lima tahun terakhir menunjukkan pola yang konsisten sulit mencapai target besar. Dengan kondisi ini, tambahan target PAD dianggap sekadar “angka di atas kertas” yang justru akan menjadi bom waktu fiskal.

BACA JUGA :  Pimpin Upacara Serah Terima Dan Pengukuhan Jabatan, Danyon C Pelopor Tekankan Ini!

Per September 2025, realisasi belanja baru di kisaran 55 persen. Namun, Pemda tetap mendorong tambahan belanja berdasarkan proyeksi PAD tambahan Rp104 miliar.

“Defisit 2026 itu sudah direncanakan dari APBD Perubahan. Padahal BPK RI sudah mengingatkan, tidak boleh menambah PAD yang sulit dicapai dalam APBD Perubahan. Ini jelas mengabaikan prinsip kehati-hatian fiskal,” ujar Andi Tenri.

Jika pola ini berlanjut, kata Andi Tenri Bone terancam kehilangan disiplin fiskal yang selama ini menjadi modal untuk mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID). Padahal, dalam dua tahun terakhir Pemda Bone selalu mendapat apresiasi atas realisasi belanja yang tinggi, bahkan mencapai 90 persen lebih di luar periode pandemi 2021.

Selain itu, Kekhawatiran Ketua DPRD bukan tanpa dasar. Presiden RI sudah menyampaikan bahwa dana transfer ke daerah (TKD) tahun 2026 akan dipotong sekitar Rp200 triliun. Pemangkasan ini tentu berimbas langsung ke kabupaten/kota, termasuk Bone.

Disamping itu, keputusan Gubernur Sulsel Nomor 963/VII/2025 tentang kuota Universal Health Coverage (UHC) memperberat beban APBD Bone.

” Jika biasanya 40 persen biaya ditanggung pusat, kini hanya 20 persen. Dengan demikian, 80 persen sisanya harus ditutup dari APBD, ” Sebutnya.

BACA JUGA :  Jelang Pemilu 2024, Disdukcapil Bone Operasi Jemput Bola Perekaman e-KTP di Lapas

Masih kata Dia, Belum berhenti di situ. Bone juga berencana mengangkat sekitar 4.000 tenaga PPPK baru. Konsekuensinya adalah kewajiban membayar gaji ke-13, gaji ke-14, hingga Tunjangan Tambahan Penghasilan (TPP).

Ironisnya, PPPK yang diangkat tahun lalu saja belum menerima TPP, meski sudah bekerja setahun penuh sesuai ketentuan Perbup.

“Kenapa kita tidak fokus ke belanja wajib dan pelayanan dasar dulu? Kalau PPPK saja belum dibayar TPP-nya, bagaimana mau menambah beban baru?” kritik Andi Tenri.

Meski Ketua DPRD memilih walk out, rapat tetap dilanjutkan. Wakil Ketua DPRD Bone, Irwandi Burhan, menyampaikan bahwa mekanisme sudah sesuai dengan PP 12/2018 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

“Pembahasan sudah melalui tahapan, mulai dari komisi hingga Badan Anggaran. Paripurna ini hasil rekomendasi untuk segera dilakukan mengingat waktu yang sangat kasif. Secara prosedur, ini sudah sesuai,” tegas Irwandi.

Ia menambahkan, KUPA-PPAS yang sudah mendapat persetujuan bersama wajib ditandatangani kepala daerah dan pimpinan DPRD dalam paripurna. Agenda tersebut disusun melalui rapat Badan Musyawarah (Bamus), sedangkan Badan Anggaran (Banggar) hanya merekomendasikan agar segera dijadwalkan mengingat waktu yang sangat terbatas.

“Karena kepala daerah itu cuma satu, sementara pimpinan DPRD ada empat, secara etis memang sebaiknya semua pimpinan DPRD ikut menandatangani karena sifatnya kolektif kolegial. Namun secara prosedur, apa yang kita lakukan ini sudah sesuai mekanisme,” tegasnya.

BACA JUGA :  Ketua DPRD Bone Walk Out, Paripurna Penandatanganan KUPA-PPAS 2025 Tetap Berjalan

Namun, pernyataan ini justru menegaskan adanya perbedaan fokus di internal DPRD. Sebagian pimpinan menitikberatkan pada kepatuhan prosedural, sementara Ketua DPRD mendorong kehati-hatian substantif untuk menghindari jebakan defisit jangka panjang.

Jika ditarik garis lurus, peringatan Ketua DPRD Bone bukan sekadar manuver politik. Indikator fiskal memang menunjukkan gejala ke arah yang mengkhawatirkan seperti. PAD tidak realistis: target Rp104 miliar dalam empat bulan sulit dicapai.

Belanja meningkat: berbasis proyeksi pendapatan yang lemah.

Transfer ke daerah menurun: imbas kebijakan pusat.

Beban UHC meningkat: Pemda harus menanggung 80%.

PPPK bertambah: beban gaji & TPP membengkak.

Jika kebijakan ini terus dipaksakan, Bone berpotensi menghadapi krisis likuiditas fiskal pada 2026. Bukan hanya sekadar defisit di atas kertas, tapi juga keterlambatan pembayaran kewajiban pegawai, pemangkasan layanan dasar, hingga risiko “sanksi sosial” berupa turunnya kepercayaan publik.

Kini, publik Bone menunggu: apakah Pemda akan merespons kritik dengan mengoreksi arah kebijakan, atau justru tetap melaju dengan strategi fiskal yang penuh risiko.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *