Daerah

Ledakan Investasi Kripto Picu Kekhawatiran Literasi, Andi Yuliani Paris Desak OJK Perkuat Perlindungan Konsumen

133
×

Ledakan Investasi Kripto Picu Kekhawatiran Literasi, Andi Yuliani Paris Desak OJK Perkuat Perlindungan Konsumen

Sebarkan artikel ini
Anggota Badan Pengkajian MPR RI Fraksi PAN, Andi Yuliani Paris

BONE, LensaSatu.com || Di tengah pesatnya transformasi digital di sektor keuangan, Anggota MPR RI Fraksi PAN, Dr. Andi Yuliani Paris (AYP) mengingatkan bahwa kemajuan teknologi finansial juga membawa risiko baru yang perlu segera diantisipasi.

Dalam kegiatan Aspirasi Masyarakat (Asmas) bertema “Literasi Keuangan Digital dan Perlindungan Konsumen” di Hotel Helios, Kabupaten Bone, Kamis (16/10/2025),

AYP menegaskan pentingnya memperkuat literasi, pengawasan, dan perlindungan konsumen di tengah maraknya investasi digital.

Acara ini dihadiri berbagai kalangan mulai dari komunitas kripto, dosen dan mahasiswa Fakultas Ekonomi Bisnis, pengurus Bumdes, pelaku UMKM, hingga tokoh pemuda dan organisasi masyarakat.

“Kita butuh berbagai aspirasi dan ide dari masyarakat terhadap kebijakan yang berjalan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Aspirasi inilah yang menjadi fondasi pengambilan kebijakan nasional,” ujar AYP saat membuka sesi dialog.

Dalam paparannya, AYP menyoroti pertumbuhan luar biasa aset kripto di dunia yang kini mencapai nilai total pasar lebih dari USD 2,4 triliun, dengan lebih dari 600 juta pengguna aktif global, menurut data CoinMarketCap (2025).

Di Indonesia sendiri, Bappebti mencatat 20 juta investor kripto dengan nilai transaksi mencapai Rp260 triliun hingga pertengahan tahun ini.

BACA JUGA :  Debat Perdana Paslon Pilbup Bone Tuai Protes, KPUD Dianggap Tidak Tegas Hingga Andi Akmal Geleng Kepala

Namun di balik angka fantastis itu, terdapat celah besar: rendahnya literasi keuangan digital di kalangan investor muda.

“Sekitar 92 persen anak muda usia 18–32 tahun sudah berinvestasi di aset digital, tapi baru 60 persen yang paham risikonya. Artinya ada sekitar 30 persen yang belum punya literasi memadai, ini sangat berbahaya,” ungkap AYP.

Fenomena ini, lanjutnya, menjadi peringatan bahwa edukasi finansial digital tidak boleh tertinggal dari perkembangan teknologi investasi.

AYP menilai banyak masyarakat yang tergiur dengan iming-iming keuntungan instan tanpa memahami risiko fluktuasi harga dan penipuan berbasis scam atau phishing.

Dalam forum tersebut, AYP juga menyoroti kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan).

Menurutnya, OJK harus mempercepat langkah konkret dalam menghadapi gelombang digitalisasi keuangan yang kini semakin kompleks.

“Kita berharap OJK memperbaiki kinerjanya, terutama dalam hal perlindungan konsumen dan peningkatan literasi digital. OJK punya dana sekitar Rp8 triliun, jadi semestinya lebih cepat dan efektif merespons kasus penipuan keuangan,” tegasnya.

AYP juga menyoroti perlunya penguatan unit Anti-Scam Center di bawah OJK agar dapat bergerak lebih agresif menindak penipuan investasi digital.

BACA JUGA :  Bone Raih TPAKD Award 2025, Bukti Komitmen Wabup Andi Akmal Perkuat Ekonomi Daerah

Selain itu, ia mengingatkan OJK agar terus mendorong perbankan menyalurkan dana ke sektor UMKM, sesuai dengan amanat kebijakan inklusi keuangan yang berkeadilan.

“OJK kini juga mengawasi sektor asuransi umum dan kesehatan. Masyarakat perlu memahami manfaat asuransi agar bisa mendapatkan perlindungan keuangan yang layak,” ujar legislator asal Sulawesi Selatan itu.

Sebagai anggota Badan Pengkajian MPR RI, AYP menilai literasi keuangan digital bukan hanya isu teknis, melainkan juga fondasi pembangunan ekonomi nasional, terutama di daerah seperti Bone.

“Kami dari MPR RI berkomitmen menghadirkan program edukasi dan sosialisasi berkelanjutan di daerah pemilihan agar masyarakat memahami potensi dan risiko investasi digital,” jelasnya.

Menurut AYP, meningkatnya jumlah pelaku ekonomi berbasis digital di daerah harus diimbangi dengan regulasi yang berpihak dan program literasi yang mudah dijangkau masyarakat pedesaan.

“Inklusi keuangan digital harus memihak kelompok yang belum terjangkau bank konvensional. Jangan sampai mereka justru menjadi korban ekonomi digital karena minim edukasi,” tuturnya.

Kegiatan Asmas di Bone bukan sekadar forum formal, tetapi juga wadah warga untuk menyampaikan keluhan, ide, dan kritik terhadap kebijakan pemerintah.

BACA JUGA :  Wakili Pj Gubernur, Sekda Sultra Hadiri Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon Terpilih Gubernur dan Wagub Sultra

Peserta aktif mengangkat isu pendidikan, pemberdayaan ekonomi, hingga kesenjangan digital di daerah.

“Forum ini penting karena menjadi jembatan antara rakyat dan pembuat kebijakan. Masyarakat Bone ingin dilibatkan langsung, bukan sekadar menjadi objek program,” kata salah satu peserta dari kalangan dosen.

Diskusi diakhiri dengan komitmen bersama memperkuat edukasi keuangan digital dan menjadikan Bone sebagai salah satu daerah percontohan penguatan literasi keuangan di Sulawesi Selatan.

Fenomena yang disampaikan AYP menggambarkan realitas baru: ekonomi digital bergerak lebih cepat dari kesiapan regulasi dan literasi masyarakat.

Penetrasi internet dan platform investasi berbasis aplikasi menjangkau hingga ke pelosok, namun pengawasan dan pemahaman hukum masih tertinggal.

Dalam konteks ini, dorongan AYP agar OJK memperkuat fungsi perlindungan konsumen menjadi sangat relevan.

Lemahnya pengawasan terhadap produk investasi ilegal dan tingginya angka korban penipuan digital menunjukkan masih adanya kesenjangan antara inovasi finansial dan keamanan konsumen.

Langkah yang ditawarkan AYP berupa edukasi berkelanjutan, penguatan peran OJK, serta peningkatan literasi digital menjadi strategi penting untuk menjaga agar ekonomi digital tumbuh secara sehat dan berkeadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *