JAKARTA, LENSASATU.COM – Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan (JPIP) terus menyoroti dugaan kejahatan lingkungan yang dilakukan PT. Sumatera Mining Investama (SMI) yang beroperasi di Blok Morombo Kecamatan Lasolo Kepulauan Kabupaten Konawe Utara (Konut) Prov. Sulawesi Tenggara (Sultra).
Pasalnya, Kontraktor Mining PT. Cipta Surya Delapan (CS8) dan PT. Rajawali Soraya Mas (PT. RSM) itu, terus menggeruk Sumber Daya Alam (SDA) secara besar besaran di wilayah morombo tanpa mengantongi izin dari Instansi terkait.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan (JPIP), Habrianto, saat diwawancarai disalah satu warkop di Jakarta. Selasa, (05/4/2022). bahwasanya dosa besar yang saat ini sedang dilakukan oleh PT SMI yakni melakukan aktivitas pertambangan tanpa memiliki legalitas maupun dasar hukum yang jelas dari instansi terkait, diantaranya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sebagai syarat penggunaan kawasan hutan dalam melakukan aktivitas pertambangan.
“Sangat jelas dosa besar yang dilakukan oleh perusahaan tersebut, berani melakukan aktivitas pertambangan tanpa mengantongi IPPKH” Ungkapnnya.
“Hal itu dibuktikan dengan statment yang lontarkan oleh pihak Dinas Kehutanan Prov. Sulawesi Tenggara kepada Media @Teropong Sultra (Selasa, 15 Maret 2022), dalam menanggapi aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh JPIP di kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra) (Senin, 14 Maret 2022)” Tambahnya.
Melalui Kepala Bidang (Kabid) Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dishut Sultra. Beni Raharjo, mengakui jika PT. Sumatera Mining Investama (SMI) belum mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dalam melakukan aktivitas pertambangan.
“Iya betul, itu (PT SMI) belum ada IPPKHnya. Belum ada entitas itu yang memiliki IPPKH”, jelas Beni Raharjo.
Aktivitas PT SMI tersebut diduga telah melanggar Undang Undang pertambangan pasal 158 ” bahwa Setiap orang yang melakukan aktifitas pertambangan tanpa IUP sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 37, pasal 40 ayat (3), pasal 48, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dengan denda paling banyak 10.000.000.000 (Sepuluh Milyar).
Ia juga menuturkan, bahwa hal tesebut telah di pertegas oleh Undang Undang Kehutanan pasal 50 ayat (3) huruf g, j, o, pasal 38 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang didalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
Lanjut, Habri sapaan akrabnya (red), menjelaskan bahwa beberapa waktu yang lalu Aparat Penegak Hukum (APH) wilayah Sultra telah melakukan penyegelan terhadap aktivitas PT. SMI atas penambangan ilegal. Namun ironisnya, perusahaan tersebut diketahui secara diam diam kembali melakukan kegiatan dengan cara membuka paksa Police Line dari APH.
“Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh Tim Investigasi JPIP dilapangan, PT SMI saat ini kembali melakukan kejahatan lingkungan dengan leluasa tanpa pantauan dari Aparat Penegak Hukum. Sementara beberapa waktu yang lalu perusahaan tersebut telah disegel, sangat aneh, barang sudah di segel namun masih melakukan aktivitas, sangat disayangkan perusahaan tersebut tidak mengindahkan perintah Undang Undang dan sengaja melakukan upaya melawan hukum, ini merupakan tamparan yang sangat keras bagi institusi Aparat Penegak Hukum” Ucapnya
“Perusahaan tersebut telah jelas melanggar Undang Undang, pidananya juga jelas, Dinas Kehutanan pun telah membenarkan bahwa PT SMI tidak memiliki IPPKH. Nah, yang menjadi pertanyaan besar, mengapa APH cuman menyegel perusahaan tersebut dan tidak sampai mengeksekusi” Tanya Habri
Terlebih lagi, lanjut Habri, lokasi penambangan ilegal PT. SMI saat ini, merupakan bekas garapan PT. Trisula Bumi Anoa (TBA) dan PT. Bumi Berkah Sejahtera (BBS) selaku Kontaktor miningnya dan pada saat itu kedua perusahaan tersebut ditangkap dan diproses secara hukum karena terbukti telah melakukan kejahatan lingkungan. Untuk itu, pihaknya menduga APH tebang pilih dalam proses penegakan hukum dugaan ilegal mining yang terjadi.
“Dulu PT. TBA dan PT. BBS nambang disana ditangkap dan di proses hukum, nah gimana dengan PT. SMI ini? Mesti di perjelas, Kami menilai ada upaya pembiayaan yang dilakukan oleh APH maupun Instansi terkait, Disamping itu, kami menduga ada tebang pilih dalam proses penegakan supremasi hukum, sehingga kuat dugaan kami perusahaan tersebut di back up oleh pihak pihak terkait sehingga leluasa melakukan kejahatan lingkungan” tegas Habri
Olehnya itu, pihaknya akan segera melakukan upaya kongkrit dalam menertibkan perusahaan yang ia nilai kebal hukum, dalam hal ini melaporkan ke Bareskrim Polri, GAKKUM KLHK dan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) agar segera ditindak sesuai hukum yang berlaku di Indonesia. Diantaranya;
- Mendesak Bareskrim Polri agar secepatnya memanggil, memeriksa serta menindak tegas Pimpinan PT. SMI yang dinilai kebal hukum.
- Mendesak Bareskrim Polri agar secepatnya memeriksa Pimpinan PT. CS8 dan PT. RSM yang diduga terlibat dalam kejahatan lingkungan PT. SMI
- Mendesak Bareskrim Polri agar secepatnya mengidentifikasi pihak pihak terkait yang memback up perusahaan tersebut dalam melakukan kejahatan lingkungan.
- Mendesak GAKKUM KLHK agar secepatnya menghentikan kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh PT. SMI
- Mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) agar secepatnya memeriksa serta menangkap Pimpan PT. SMI yang diduga telah merugikan negara hingga miliyaran rupiah.
“Dalam upaya menegakan supremasi hukum di Bumi Anoa, khususnya dibidang pertambangan, Secepatnya kami akan menertibkan perusahaan tersebut, karena semua bukti kami telah kantongi berupa, pernyataan dari Dinas Kehutanan Prov. Sultra, titik koordinat, dokumentasi foto maupun video terkait aktivitas kejahatan lingkungan yang dilakukan PT. SMI” tutup Aktivis Nasional Asal Sultra.
Reporter : Ardianto
Editor : Agustian