TANJUNGBALAI,LENSASATU.COM – Kuasa Hukum dari kantor Advokat Rina Astati Lubis, SH dan Tim Penasehat Hukum mengaku kecewa terhadap Hakim dalam agenda sidang Putusan (13-1-2022) dalam kasus dugaan kekerasan yang menjerat kliennya yakni RN di PN kelas II Tanjungbalai.
RN warga Lingkungan 4 Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai sebelumnya telah diamankan pihak kepolisian atas laporan tuduhan pencabulan anak dibawah umur.
Kemudian kasus tersebut dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kota Tanjungbalai untuk dilakukan persidangan atas kasus yang menimpa RN tersebut.
Namun ketika dalam persidangan, Rina dan Tim Kuasa Hukum dari terdakwa RN merasa kecewa terhadap Hakim dan jaksa karena tidak mempertimbangkan hak-hak dari terdakwa.
“Kami sangat merasa kecewa terhadap hakim dan jaksa karena dalam persidangan tidak ada sedikitpun mempertimbangkan fakta-fakta persidangan yang dapat membantu hak-hak dari terdakwa”. Ucapnya.
Si terdakwa benar telah melakukan tindak pidana, namun bukan perbuatan cabul seperti yang didakwa kan terhadap dia (RN), didalam dakwaan tersebut dituduhkan pencabulan anak dibawah umur didalam BAP juga dikatakan hal yang sama. Namun klien kami membantah telah melakukan cabul melainkan hanya menarik rambutnya, lebih tepatnya kekerasan”. Lanjut Rina.
Rina dan tim telah menyampaikan beberapa hal dalam persidangan termasuk dengan mengajukan saksi, namun hal tersebut diabaikan dan tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim.
“Diantara yang kami ajukan, adanya surat perdamaian yang diketahui oleh beberapa orang saksi dan 3 orang saksi diajukan sebagai saksi yang meringankan terdakwa (ad charge). Didalam Isi perdamaian tidak menyebutkan pencabulan maupun kekerasan. Dan hal tersebut juga tidak menjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim”. Tuturnya.
Saat membacakan tuntutan, Rina merasa ada yang janggal, karena nama dan pasal yang diatur berubah menjadi Andreas Layhardo dalam perkara Narkotika.
“Hal tersebut sangat merugikan klien kami, karena bukan hanya 1 tapi 2 kesalahan yaitu nama dan pasal yang diajukan. Pada saat itu jaksa mengatakan salah ketik dan hal tersebut diterima oleh hakim”. Ucapnya.
RN di tuntut hukuman 7 Tahun penjara dan di potong menjadi 5 Tahun 3 Bulan. Bahkan perpanjangan penahanan terhadap terdakwa RN ke Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Pulau Simardan Kota Tanjungbalai, ada kejanggalan karena didalam surat perpanjangan penahanan tersebut perkara RN bukan tentang pencabulan melainkan terkait masalah Narkotika.
“Nah, apakah hal tersebut juga kesalahan pengetikan seperti yang dikatakan jaksa dalam persidangan. Hal ini juga menambah kekecewan kami dan merugikan klien kami. Kami menduga tuntutan tersebut untuk andreas dan mereka copy paste dalam membuat tuntutan begitu juga dalam surat perpanjangan penahanan.
Sebelumnya, antara keluarga terdakwa dan keluarga korban sudah melakukan perdamaian dengan membayar ganti rugi sebesar Rp. 4.000.000 (Empat Juta Rupiah) terhadap keluarga korban” hal tersebut diakui oleh orangtua anak korban dalam persidangan, Lanjut Rina.
Didalam surat perdamaian juga ada coretan, pihak pengacara sudah mempertanyakan hal tersebut kepada pihak Kepolisian perihal coretan tersebut namun tidak diakui.
“Kami sudah mempertanyakan perihal pencoretan di surat perdamian tersebut ke pihak Kepolisian namun tidak mengakui melainkan mereka mengatakan bahwa coretan itu dilakukan oleh salah satu penasehat hukum yang mendampingi anak korban”. Kata Rina.
Didalam surat tersebut mengatakan “Rn tidak akan melakukan perbuatan serupa” (Sambil membacakan isi surat perdamaian). Namun tulisan “Serupa” dicoret dan di ganti dengan “Cabul”. Hal ini bukan hanya kami sampaikan kepada Pers saja, namun kami juga akan membuat laporan terhadap tindakan sembrono Jaksa kepada Jaksa Pengawas (Jamwas)”. Lanjutnya.
Rina menduga, pihak jaksa telah memaksakan tuntutan dan telah merugikan klien kami.
Reporter : Hendra S
Editor : Agustian