MAKASSAR, LENSASATU.COM-Merespons pada keadaan darurat yang disebabkan pandemi COVID-19, pada tanggal 31 Maret 2020,Siti Nurul Fatimah Tarimana, MH Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar tersebut buka suara.
“Sesungguhnya Presiden Republik Indonesia telah menetapkan 3 peraturan sebagai bentuk penanggulangan terhadap pandemi tersebut yaitu Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
(“Kepres No. 11/2020”), Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 (“PP No. 21/2020”) dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (“Perppu No.1/2020”).
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu No. 1/2020) secara spesifik mengatur mengenai kebijakan keuangan negara, kebijakan perpajakan, program pemulihan ekonomi nasional dan kebijakan stabilitas sistem keuangan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan.Senin (30/08/2021).
“Selain itu, untuk penanganan pandemi COVID-19 pemerintah juga berwenang untuk melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia, menentukan proses dan metode pengadaan barang/jasa, serta melakukan penyederhanaan mekanisme dan simplifikasi dokumen di bidang keuangan negara.tuturnya
“Dalam rangka pengaturan mengenai pelaksanaan anggaran atas tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN tersebut, Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43/PMK.05/2020 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja atas Beban APBN dalam Penanganan Pandemi COVID-19.
Ada 4 kerangka utama yang menjadi ruang lingkup pengaturan dari PMK tersebut, yaitu mengenai:
- Mekanisme pelaksanaan anggaran belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi COVID-19;
- Pengalokasian dana untuk penanganan pandemi COVID-19 dalam DIPA K/L;
- Klasifikasi akun khusus COVID-19 untuk alokasi dana penanganan pandemi
- PMK ini berlaku dalam masa penanganan pandemi COVID-19.
Sedangkan tentang pengawasan dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran COVID-19 yang telah digunakan, belum diatur dengan ketat dalam PMK tersebut. Padahal pertanggungjawaban keuangan untuk Covid-19 itu jangan sampai menghilangkan bentuk pengawasan. Aturan tersebut hanya mengatur tentang akuntansi dan pelaporan keuangan, tidak ada aturan yang ketat terkait akuntabilitas pertanggungjawaban anggaran Covid yang telah digunakan. Hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip keuangan negara yang dimuat dalam UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
Sejatinya pertanggungjawaban keuangan untuk Covid-19 itu jangan sampai menghilangkan bentuk pengawasan. Karena penulis mendapatkan banyak data yang terindikasi korupsi belanja kesehatan. Berdasarkan keadaan tersebut, Pemerintah perlu mengkaji kembali muatan norma dalam regulasi yang telah diatur sehingga tidak membuka celah bagi penyelenggara negara untuk melakukan penyimpangan dalam kebijakan terkait wabah. Pemerintah hendaknya menitik beratkan kajian ulang kebijakan tersebut pada konsep pelaporan pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan negara, sehingga kebijakan yang dilahirkan membawa dampak baik terhadap kesejahteraan masyarakat.
Tanpa pengaturan khusus terkait pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan, kita patut pesimis bahwa penggunaan dana covid senilai triliunan itu akan berjalan efektif, dan perlu mewaspadai kemungkinan korupsi. Ada dua pilihan bagi pemerintah untuk mengadopsi norma perihal pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan tersebut:
- Menambahkan satu bagian dalam Perppu tentang pengawasan dan pelaporan pertanggungjawaban keuangan.
- Membentuk satu Perppu yang khusus mengatur tentang kebijakan pengawasan dan pelaporan pertanggungjawaban keuangan untuk penanganan pandemi.
Dalam keadaan normal, sudah ada pengaturan soal pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Namun dalam keadaan darurat seperti ini, perlu pengaturan secara spesifik perihal kebijakan tersebut termasuk melibatkan lembaga-lembaga pengawas keuangan seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) , Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan(BPKP) dan Inspektorat dalam mengawasi pelaksanaan anggaran COVID-19.
Dengan demikian, sebenarnya dalam regulasi terkait anggaran covid itu terdapat celah yang bisa digunakan dalam melakukan tindak pidana korupsi.
“Fleksibilitas dimaksud dengan memperkuat sisi pengawasan dan penganggaran daripada laporan anggaran. Karena berbagai faktor, laporan juga menjadi kendala tersendiri saat berada dalam keadaan darurat pandemi. Sehingga bisa dikatakan bahwa adanya PMK tersebut melonggarkan pertanggungjawaban anggaran Covid-19.
Hal tersebut sangat jelas bahwa peraturan-peraturan yang disahkan oleh pemerintah sesungguhnya tidak sesuai dengan prinsip Keuangan Negara yang di atur dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2003, yang menyebutkan bahwa “Keuangan Negara dikelolah secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Reporter: Aswat
Editor:Ainun