JAKARTA,LENSASATU. COM|| Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan (J-PIP) kembali menyoroti dugaan illegal mining yang dilakukan PT. Babarina Putra Sulung (BPS) yang beroperasi di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT. Mulia Mandiri Perkasa (MMP), tepatnya wilayah Desa Patikala, Kecamatan Tolala, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) Prov. Sulawesi Tenggara (Sultra).
Pasalnya, Kontraktor Mining dari PT. Mulia Mandiri Perkasa (MMP) itu, terus menggeruk Sumber Daya Alam (SDA) secara besar besaran sampai melakukan penjualan Ore Nickel tanpa mengantongi izin dari Instansi terkait.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan (J-PIP), Habrianto.
Menurut Habri, PT. BPS diduga kuat telah melakukan penambangan didalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) tanpa mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) maupun Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
“Dosa besar yang saat ini sedang dilakukan oleh PT. BPS yakni melakukan aktivitas pertambangan didalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) tanpa mengantongi IPPKH maupun PPKH sebagai syarat penggunaan kawasan hutan dalam melakukan aktivitas pertambangan”. ucap Habri dalam keterangan rilisnya pada Senin (4/7/2022).
Lebih lanjut, Habri menjelaskan bahwa dari kegiatan tersebut perusahaan itu diduga telah melakukan penjualan Ore Nickel dengan menggunakan dokumen PT. MMP dan itu dibuktikan dengan Surat Pernyataan Lokasi Pemuatan (SPLP).
“Bagaimana bisa salah satu kontraktor mining melakukan eksplorasi sampai penjualan, sementara sepengetahuan kami PT. MMP saja belum mengantongi IPPKH. Tentunya ini merupakan pelanggaran yang sangat berat dan harus ditelusuri oleh Aparat Penegak Hukum” pungkasnya
Aktivitas PT. BPS tersebut diduga telah melanggar Undang Undang pertambangan pasal 158 ” bahwa Setiap orang yang melakukan aktifitas pertambangan tanpa IUP sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 37, pasal 40 ayat (3), pasal 48, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dengan denda paling banyak 10.000.000.000 (Sepuluh Milyar).
Ia juga menuturkan, bahwa hal tesebut telah di pertegas oleh Undang Undang Kehutanan pasal 50 ayat (3) huruf g, j, o, pasal 38 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang didalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
Selain itu Habri, menilai serta menduga leluasanya PT. BPS dalam dalam melakukan praktek illegal mining sampai penjualan, itu karena adanya Support dari PT. MMP sebagai pemilik IUP sehingga tercipta kolaborasi yang sempurna antara pemilik IUP dan kontraktor mining.
“Praktek dugaan illegal mining yang sangat sempurna, kolaborasi antara pemilik IUP dan Kontrator Mining. Olehnya itu, kami akan secepat melaporkan sekaligus mendesak Tipidter Bareskrim Mabes Polri untuk sesegera mungkin memeriksa pimpinan kedua perusahaan karena segala aktivitas kedua perusahaan diduga sangat berpotensi merugian negara”
“Tidak hanya itu, kami juga akan segera melaporkan ke Dirjen Minerba agar secepatnya menyelidiki terkait dugaan illegal mining tersebut. Dan jika hal tersebut terbukti, maka kami juga akan mendesak Dirjen Minerba agar segera mengeluarkan surat rekomendasi pencabutan IUP PT. MMP” tutup Habri salah satu aktivis nasional asal Sultra.
Reporter: Team
Editor: Agus